Kisah 4 Bayi Yang Berbicara
Kisah bayi yang dapat berbicara
berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
1. Bayi Nabi Isa bin Maryam alaihissalam.
2. Bayi dalam kisah Juraij si
ahli ibadah.
3. Bayi yang sedang bersama
ibunya.
4. Bayi Siti Masyitoh.
Adapun 3 bayi yang pertama,
tersebut dalam hadits Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
beliau telah bersabda:
“Tidak ada bayi yang dapat
berbicara ketika masih berada dalam buaian kecuali tiga bayi:
(1) Isa bin Maryam, Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Qur'an, yaitu
ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur,
maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari
mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya
(dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam
berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa". Ia
(Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu,
untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci". Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang
anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku
bukan (pula) seorang pezina!" Jibril
berkata: "Demikianlah. Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah
bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai
rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan."
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri
dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka
rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon
kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku
menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah:
"Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak
sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon
kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak
kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang
hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah:
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah,
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini".
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan
menggendongnya. Kaumnya berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah
melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai
saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan
ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina", maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana
kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?" Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia
memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja
aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan)
zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada
ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari
aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup
kembali". Itulah Isa putra Maryam, yang
mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang
kebenarannya. (Maryam: 16-34)
(2) dan bayi dalam perkara Juraij.”
Juraij adalah seorang laki-laki yang rajin beribadah. Ia membangun tempat
peribadatan dan senantiasa beribadah di tempat itu. Ketika sedang melaksanakan
shalat sunnah, tiba-tiba ibunya datang dan memanggilnya; ‘Hai Juraij! ‘ Juraij
bertanya dalam hati; ‘Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan, melanjutkan
shalatku ataukah memenuhi panggilan ibuku? ‘ Akhirnya ia pun meneruskan
shalatnya itu hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya. Keesokan
harinya, ibunya datang lagi kepadanya sedangkan Juraij sedang melakukan shalat
sunnah.
Kemudian ibunya memanggilnya;
‘Hai Juraij! ‘ Kata Juraij dalam hati; ‘Ya Allah, manakah yang lebih aku
utamakan, memenuhi seruan ibuku ataukah shalatku? ‘ Lalu Juraij tetap
meneruskan shalatnya hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya. Hari
berikutnya, ibunya datang lagi ketika Juraij sedang melaksanakan shalat sunnah.
Seperti biasa ibunya memanggil; ‘Hai Juraij! ‘ Kata Juraij dalam hati; ‘Ya
Allah, manakah yang harus aku utamakan, meneruskan shalatku ataukah memenuhi
seruan ibuku? ‘ Namun Juraij tetap meneruskan shalatnya dan mengabaikan seruan
ibunya. Tentunya hal ini membuat kecewa hati ibunya. Hingga tak lama kemudian
ibunya pun berdoa kepada Allah; ‘Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia sebelum
ia mendapat fitnah dari perempuan pelacur! ‘ Kaum Bani Israil selalu
memperbincangkan tentang Juraij dan ibadahnya, hingga ada seorang wanita
pelacur yang cantik berkata; ‘Jika kalian menginginkan popularitas Juraij
hancur di mata masyarakat, maka aku dapat memfitnahnya demi kalian.’ Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pun meneruskan sabdanya: ‘
Maka mulailah pelacur itu
menggoda dan membujuk Juraij, tetapi Juraij tidak mudah terpedaya dengan godaan
pelacur tersebut. Kemudian pelacur itu pergi mendatangi seorang penggembala
ternak yang kebetulan sering berteduh di tempat peribadatan Juraij. Ternyata
wanita tersebut berhasil memperdayainya hingga laki-laki penggembala itu
melakukan perzinaan dengannya sampai akhirnya hamil. Setelah melahirkan, wanita
pelacur itu berkata kepada masyarakat sekitarnya bahwa; ‘Bayi ini adalah hasil
perbuatan aku dengan Juraij.’ Mendengar pengakuan wanita itu, masyarakat pun
menjadi marah dan benci kepada Juraij.
Kemudian mendatangi rumah
peribadatan Juraij dan bahkan menghancurkannya. Selain itu, mereka pun
bersama-sama menghakimi Juraij tanpa bertanya terlebih dahulu kepadanya. Lalu
Juraij bertanya kepada mereka; ‘Mengapa kalian lakukan hal ini kepadaku? ‘
Mereka menjawab; ‘Kami lakukan hal ini kepadamu karena kamu telah berbuat zina
dengan pelacur ini hingga ia melahirkan bayi dari hasil perbuatanmu.’ Juraij
berseru; ‘Dimanakah bayi itu? ‘
Kemudian mereka menghadirkan bayi
hasil perbuatan zina itu dan menyentuh perutnya dengan jari tangannya seraya
bertanya; ‘Hai bayi kecil, siapakah sebenarnya ayahmu itu? ‘ Ajaibnya, sang
bayi langsung menjawab; ‘Ayah saya adalah si fulan, seorang penggembala.’ Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Akhirnya mereka menaruh hormat kepada
Juraij. Mereka menciuminya dan mengharap berkah darinya. Setelah itu mereka pun
berkata; ‘Kami akan membangun kembali tempat ibadahmu ini dengan bahan yang
terbuat dari emas.’ Namun Juraij menolak dan berkata; ‘Tidak usah, tetapi
kembalikan saja rumah ibadah seperti semula yang terbuat dari tanah liat.’
Akhirnya mereka pun mulai melaksanakan pembangunan rumah ibadah itu seperti
semula.
(3) Dan bayi ketiga, Ada seorang
bayi sedang menyusu kepada ibunya, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang gagah
dan berpakaian yang bagus pula. Lalu ibu bayi tersebut berkata; ‘Ya Allah ya
Tuhanku, jadikanlah anakku ini seperti laki-laki yang sedang mengendarai hewan
tunggangan itu! ‘ Ajaibnya, bayi itu berhenti dari susuannya, lalu menghadap
dan memandang kepada laki-laki tersebut sambil berkata; ‘Ya Allah ya Tuhanku,
janganlah Engkau jadikan aku seperti laki-laki itu! ‘ Setelah itu, bayi
tersebut langsung menyusu kembali kepada ibunya.
Abu Hurairah berkata; ‘Sepertinya
saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan susuan bayi
itu dengan memperagakan jari telunjuk beliau yang dihisap dengan mulut beliau.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meneruskan sabdanya: ‘Pada suatu
ketika, ada beberapa orang yang menyeret dan memukuli seorang wanita seraya
berkata; ‘Kamu wanita tidak tahu diuntung. Kamu telah berzina dan mencuri.’
Tetapi wanita itu tetap tegar dan berkata; ‘Hanya Allah lah penolongku.
Sesungguhnya Dialah sebaik-baik penolongku.’ Kemudian ibu bayi itu berkata; ‘Ya
Allah, janganlah Engkau jadikan anakku seperti wanita itu! ‘ Tiba-tiba bayi
tersebut berhenti dari susuan ibunya, lalu memandang wanita tersebut seraya
berkata; ‘Ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah aku sepertinya! ‘
Demikian pernyataan ibu dan
bayinya itu terus berlawanan, hingga ibu tersebut berkata kepada bayinya;
‘Celaka kamu hai anakku! Tadi, ada seorang laki-laki yang gagah dan menawan
lewat di depan kita, lalu kamu berdoa kepada Allah; ‘Ya Allah, jadikanlah
anakku seperti laki-laki itu! Namun kamu malah mengatakan; ‘Ya Allah, janganlah
Engkau jadikan aku seperti laki-laki itu! Kemudian tadi, ketika ada beberapa
orang menyeret dan memukuli seorang wanita sambil berkata; ‘Ya Allah, janganlah
Engkau jadikan anakku seperti wanita itu! ‘ Tetapi kamu malah berkata; ‘Ya
Allah, jadikanlah aku seperti wanita itu! ‘ Mendengar pernyataan ibunya itu,
sang bayi pun menjawab; ‘Sesungguhnya laki-laki yang gagah itu seorang yang
sombong hingga aku mengucapkan; ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti
laki-laki itu! ‘ Sementara wanita yang dituduh mencuri dan berzina itu tadi
sebenarnya adalah seorang wanita yang shalihah, tidak pernah berzina, ataupun
mencuri. Oleh karena itu, aku pun berdoa; ‘Ya Allah, jadikanlah aku seperti
wanita itu!” (HR. AL-Bukhari no. 3181 dan Muslim no. 4626)
4) Bayi SitiMasyitohSahabat kisah ini
sudah hampir dilupakan oleh kalangan ummat islam, anak-anak generasi
muda saat ini saya yakin mereka tidak pernah dengar kisah yang sangat
memberikan inspirasi besar dalam kehidupan, bagaimana keteguhan dan
keyakinannya menjadikan ia wanita yang mulia disisi Allah SWT. Siapa
wanita mulia tersebut dialah Siti Masyitoh yang
hidup pada zaman Fir’aun dan sekaligus menjadi pembantu mengurus
anak-anaknya Fir’aun.
“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.
“Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, mentriku, bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada yang berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar si Masyitoh itu,” umpat Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,” bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat sikap Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan kepada para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami, dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada bahaya yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.
Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.
“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.
“Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, mentriku, bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada yang berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar si Masyitoh itu,” umpat Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,” bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat sikap Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan kepada para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami, dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada bahaya yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.
Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar